Syeikh Ahmed Hussein Deedat yang lebih dikenal dengan nama ringkasnya
Ahmed Deedat, lahir di daerah Surat, India, 1 Juli 1918 dan wafat 8
Agustus 2005 pada umur 87 tahun akibat stroke yang telah dideritanya
sejak tahun 1996. Semasa kanak-kanak, ulama kharismatik ini hidup tanpa
seorang ayah di sisinya sampai tahun 1926. Ayahnya terkabar berprofesi
sebagai seorang penjahit yang berimigrasi ke Afrika Selatan tidak lama
setelah kelahiran Deedat.
Dalam
bidang dakwah Deedat adalah seorang legenda. Melalui video-videonya
yang banyak tersebar di dunia maya, kita mendapati sosok Deedat adalah
seorang lelaki tua yang dengan kemantapan diri tinggi berbicara di
hadapan hadirin dalam jumlah ribuan. Ya, ribuan orang yang berada dalam
setuju dan tak setuju, yang keduanya terlihat mencermati, tak melewatkan
kata demi kata yang mengucur lancar dari mulut sang Syeikh.
Hal
pertama yang menjadi kelebihan Ahmed Deedat adalah artikulasi kata per
kata yang diucapkan demikian mantap dan jelas. Disamping itu, ia
menguasai beberapa bahasa seperti Arab, Inggris, Yunani, Ibrani,
termasuk sedikit bahasa Melayu. Wawasannya tentang Alkitab dalam
berbagai versinya, tambah menguatkan lagi daya magnitnya dalam
berbicara.
Syeikh Deedat, yang oleh beberapa sejawatnya dijuluki singa panggung itu, adalah seorang public speaker
yang memiliki cara komunikasi berirama. Kadang ia bergolak-membara,
kadang ia bertutur pelan-hening, dan sesekali secara spontan melemparkan
humor yang menyegarkan. Tak jarang audience memberikan tepuk
tangan yang gegap-gempita, dan kita bisa melihat di situ: Ahmed Deedat
tetap tenang, ia akan menunggunya hingga reda, baru kemudian menyambung
bicaranya.
Dari
sisi dramaturgi, tak diragukan kemampuan Ahmed Deedat berpenampilan
memang jauh di atas rata-rata. Ia mampu berdialog sekaligus mampu
bermonolog dengan sangat baik. Ia bisa berbicara berjam-jam lamanya
tanpa jeda dengan daya tarik yang tak memudar hingga usai. Bahasa
tubuhnya demikian luwes memproyeksikan apa-apa yang disampaikannya. Cara
berdiri, ekspresi wajah, gerakan tangan, cara dia menyimak dan
kesigapannya memberi jawaban membuktikan ia memiliki kemampuan
penguasaan panggung yang ulung.
Terkisah, masa kecil Deedat adalah masa-masa pematangan yang melalui
pelbagai rintangan yang tak gampang. Tahun 1927, Ahmed Deedat berangkat
ke Afrika Selatan menyusul ayahandanya. Perpisahan Deedat dengan ibunya
pada tahun kepergiannya ke Afrika Selatan tersebut adalah saat terakhir
ia bertemu ibunya yang meninggal beberapa bulan kemudian.
Di negeri yang asing, seorang Deedat yang baru berusia 9 tahun tanpa
berbekal pendidikan formal dan penguasaan bahasa Inggris yang tak
memadai mulai menyiapkan diri untuk beradaptasi dan bersaing dengan
kehidupan baru di koloni Inggris tersebut. Berkat ketekunannya dalam
belajar, Deedat tidak hanya dapat mengatasi hambatan bahasa, tetapi juga
unggul di sekolahnya. Kegemaran Deedat membaca membantunya untuk
mendapatkan perkembangan yang signifikan. Namun, karena kendala
kurangnya biaya menyebabkan sekolah Deedat tertunda di awal usia 16. Ia
pun meninggalkan sekolahnya dan bekerja menjadi penjual barang-barang
eceran.
Pada
tahun 1936 Deedat bekerja pada toko muslim di dekat sebuah sekolah
menengah Kristen di pantai selatan Natal. Di situ ia sering menerima
penghinaan dari siswa-siswa misionaris yang tak jarang menantang Islam
selama kunjungan mereka ke toko. Hal ini kemudian memotivasi Deedat
mendalami agama Kristen dan membandingkannya dengan Islam.
Deedat kemudian menemukan sebuah buku berjudul Izharul-Haq
yang berarti mengungkapkan kebenaran. Buku tersebut berisi materi debat
dan keberhasilan usaha-usaha umat Islam di India yang sangat besar dalam
memberikan argumen balasan kepada para misionaris Kristen yang
melakukan misi penyebaran agama Kristen di bawah otoritas Kerajaan
Inggris dan pemerintahan India.
Usai
mempelajari buku itu, Ahmed Deedat membeli Injil pertamanya dan mulai
melakukan diskusi dengan siswa-siswa misionaris. Ketika siswa misionaris
tersebut mundur dalam menghadapi argumen balik Deedat, ia secara
pribadi memanggil guru teologi mereka dan bahkan pendeta-pendeta di
daerah tersebut.
Keberhasilan-keberhasilan ini memacu Ahmed Deedat untuk meneruskan
dakwahnya. Bahkan perkawinan, kelahiran anak, dan persinggahannya selama
tiga tahun ke Pakistan sesudah kemerdekaannya, tidak mengurangi
keinginannya untuk membela Islam dari penyimpangan-penyimpangan yang
memperdayakan dari para misionaris Kristen.
Dengan semangatnya untuk menyebarkan agama Islam, Ahmed Deedat
membenamkan dirinya pada sekumpulan kegiatan lebih dari tiga dekade
lamanya. Ia memimpin kelas untuk pelajaran Injil dan memberi sejumlah
kuliah. Ia mendirikan As-Salaam, sebuah institut untuk tempat
para da’i Islam menggembleng diri. Bersama-sama dengan keluarganya,
ia mendirikan bangunan-bangunan termasuk masjid yang masih dikenal
sampai saat ini. Pada 1957, bersama dua orang temannya, Deedat
mendirikan Islamic Propagation Centre International (IPCI) dan
ia menjadi ketuanya hingga 1996. Zakir Naik, juru dakwah yang dewasa ini
sedang populer merupakan salah satu dari sekian muridnya.
Ahmed Deedat telah menerbitkan sekitar 22 buku penting dan telah dicetak hingga 20 juta kopi. Karya-karya Deedat seperti, The
Choice-Between Islam and Christianity, Is the Bible God’s Word?, Al
Qur’an the Miracle of Miracles, What the Bible says about Muhammad?, dan Crucifixion or Cruci-Fiction? begitu dikenal dan diakui di seluruh dunia. Buku The Choice-Between Islam and Christianity
adalah buku terlarisnya yang menyebar luas dari Afrika Selatan hingga
ke Eropa, Asia, Oceania, bahkan Amerika Utara dan Selatan.
Sebagai
penghargaan yang pantas untuk prestasi yang bersejarah itu, ia mendapat
penghargaaan internasional dari Raja Faisal tahun 1986. Penghargaan
bergengsi yang sangat berharga dalam dunia Islam.
Di sisa sembilan tahun usia hidupnya, Ahmed Deedat menjalani rawat
jalan terkait penyakit stroke kronis yang dideritanya di kediamannya di
Verulam, Afrika Selatan. Pada 8 Agustus 2005, ia meninggal di rumahnya
di Trevennen Road di Verulam, provinsi KwaZulu-Natal, Durban. Ia
dimakamkan di pemakaman Verulam
Sumber : http://oasemuslim.com/mengenal-syeikh-ahmed-deedat-guru-zakir-naik-yang-termasyhur/
0 comments:
Post a Comment